Kesaktian Jaka Tingkir, seorang muda dari Pengging yang akhirnya menjadi raja Pajang berjuluk Sultan Hadiwijaya sudah begitu melegenda. Seorang sakti sekaligus ambisius hingga mengantarnya menjadikan Pajang, yang dahulunya hanya kadipaten dibawah kekuasaan kesultanan Demak mampu berbalik dan menjadi kerajaan besar hingga sampai ke daerah Madura.
Cerita kesaktian Jaka Tingkir salah satunya adalah ketika dia mampu menaklukan kawanan buaya putih tatkala menyeberang sungai Bengawan Solo dengan rakitnya. Dengan kesaktiannya, kawanan buaya itu bahkan menjadi abdi dengan mendorong rakitnya menyusuri sungai Bengawan Solo.
Cerita Jaka Tingkir itulah yang saya ingat ketika tadi pagi menyeberang Kali Luk Ulo menggunakan rakit di dukuh Klapasawit, Peniron. Saya sengaja menggunakan rakit karena dengan menyeberang sungai Luk Ulo, waktu tempuh saya ke rumah di Kebumen menjadi lebih cepat. Disamping sedikit lebih dekat, kondisi jalan wetan kali mulai desa Kedungwaru sampai Gemeksekti juga relatif lebih baik dari jalan di kulon kali. Ya, dari dulu kondisinya selalu begitu, daerah kulon kali tak pernah lebih baik dalam hal prasarana umum.
Rakit yang dalam bahasa Peniron disebut "getek", memang menjadi sarana alternatif bagi penduduk Peniron dan sekitarnya untuk memperpendek waktu dan jarak tempuh. Maklum, setelah jembatan Tembono di Kebumen, baru ada jembatan gantung di desa Wonotirto di utara Karangsambung, yang jaraknya sekitar 10 km dari Peniron hampir sama jaraknya dengan jembatan Tembono. Bayangkan jika harus memutar melalui kesalah satu jembatan itu. Karena tak ada alternatif jembatan lain, maka rakit ini menjadi penting. Paling tidak mulai dari Peniron sampai Kebakalan, ada 4 lokasi penyeberangan menggunakan jasa rakit, yaitu di Klapasawit Peniron, 2 di desa Karangreja, dan 1 didesa Kebakalan.
Di Klapasawit Peniron, dahulu jasa penyeberangan selalu dikelola oleh perorangan. Karena sehari dapat menghasilkan minimal 80 ribu, maka usaha jasa penyeberangan dengan rakit ini lumayan menjanjikan bagi pengelola. Sekarang, usaha jasa penyeberangan di Klapasawit Peniron dilakukan bersama-sama oleh masyarakat. Hasil dari jasa rakit itu setelah dipotong untuk operasional dimasukkan untuk kepentingan musholla Baitul Muttaqien. Pengelola juga tidak menentukan tarif untuk jasa ini. Seikhlasnya, bahkan tidak memberipun tak bakalan ditagih.
Nah, bagi Anda yang ingin menikmati petualangan Jaka Tingkir, datanglah ke Peniron dan cobalah berakit-rakit. Berakit-rakitlah dahulu, mbayar belakangan. Tidak hanya orang, motorpun isa ikut naik asal tidak lebih dari 5. Disamping berat, tempatnya juga tidak cukup. Jika ingin sedikit seru, datanglah ketika air sungai sedang tinggi sehabis banjir, dijamin pasti dag dig dug karena kita tidak bekali peralatan keamanan apapun. Datanglah ketika musim hujan. Jika kemarau rakit ini tidak beroperasi karena kali Luk Ulo kering.
Cerita kesaktian Jaka Tingkir salah satunya adalah ketika dia mampu menaklukan kawanan buaya putih tatkala menyeberang sungai Bengawan Solo dengan rakitnya. Dengan kesaktiannya, kawanan buaya itu bahkan menjadi abdi dengan mendorong rakitnya menyusuri sungai Bengawan Solo.
Cerita Jaka Tingkir itulah yang saya ingat ketika tadi pagi menyeberang Kali Luk Ulo menggunakan rakit di dukuh Klapasawit, Peniron. Saya sengaja menggunakan rakit karena dengan menyeberang sungai Luk Ulo, waktu tempuh saya ke rumah di Kebumen menjadi lebih cepat. Disamping sedikit lebih dekat, kondisi jalan wetan kali mulai desa Kedungwaru sampai Gemeksekti juga relatif lebih baik dari jalan di kulon kali. Ya, dari dulu kondisinya selalu begitu, daerah kulon kali tak pernah lebih baik dalam hal prasarana umum.
Rakit yang dalam bahasa Peniron disebut "getek", memang menjadi sarana alternatif bagi penduduk Peniron dan sekitarnya untuk memperpendek waktu dan jarak tempuh. Maklum, setelah jembatan Tembono di Kebumen, baru ada jembatan gantung di desa Wonotirto di utara Karangsambung, yang jaraknya sekitar 10 km dari Peniron hampir sama jaraknya dengan jembatan Tembono. Bayangkan jika harus memutar melalui kesalah satu jembatan itu. Karena tak ada alternatif jembatan lain, maka rakit ini menjadi penting. Paling tidak mulai dari Peniron sampai Kebakalan, ada 4 lokasi penyeberangan menggunakan jasa rakit, yaitu di Klapasawit Peniron, 2 di desa Karangreja, dan 1 didesa Kebakalan.
Di Klapasawit Peniron, dahulu jasa penyeberangan selalu dikelola oleh perorangan. Karena sehari dapat menghasilkan minimal 80 ribu, maka usaha jasa penyeberangan dengan rakit ini lumayan menjanjikan bagi pengelola. Sekarang, usaha jasa penyeberangan di Klapasawit Peniron dilakukan bersama-sama oleh masyarakat. Hasil dari jasa rakit itu setelah dipotong untuk operasional dimasukkan untuk kepentingan musholla Baitul Muttaqien. Pengelola juga tidak menentukan tarif untuk jasa ini. Seikhlasnya, bahkan tidak memberipun tak bakalan ditagih.
Nah, bagi Anda yang ingin menikmati petualangan Jaka Tingkir, datanglah ke Peniron dan cobalah berakit-rakit. Berakit-rakitlah dahulu, mbayar belakangan. Tidak hanya orang, motorpun isa ikut naik asal tidak lebih dari 5. Disamping berat, tempatnya juga tidak cukup. Jika ingin sedikit seru, datanglah ketika air sungai sedang tinggi sehabis banjir, dijamin pasti dag dig dug karena kita tidak bekali peralatan keamanan apapun. Datanglah ketika musim hujan. Jika kemarau rakit ini tidak beroperasi karena kali Luk Ulo kering.