Tampilkan postingan dengan label UNIK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UNIK. Tampilkan semua postingan

22 Februari 2009

Menjadi Jaka Tingkir di Kali Luk Ulo

Kesaktian Jaka Tingkir, seorang muda dari Pengging yang akhirnya menjadi raja Pajang berjuluk Sultan Hadiwijaya sudah begitu melegenda. Seorang sakti sekaligus ambisius hingga mengantarnya menjadikan Pajang, yang dahulunya hanya kadipaten dibawah kekuasaan kesultanan Demak mampu berbalik dan menjadi kerajaan besar hingga sampai ke daerah Madura.

Cerita kesaktian Jaka Tingkir salah satunya adalah ketika dia mampu menaklukan kawanan buaya putih tatkala menyeberang sungai Bengawan Solo dengan rakitnya. Dengan kesaktiannya, kawanan buaya itu bahkan menjadi abdi dengan mendorong rakitnya menyusuri sungai Bengawan Solo.

Cerita Jaka Tingkir itulah yang saya ingat ketika tadi pagi menyeberang Kali Luk Ulo menggunakan rakit di dukuh Klapasawit, Peniron. Saya sengaja menggunakan rakit karena dengan menyeberang sungai Luk Ulo, waktu tempuh saya ke rumah di Kebumen menjadi lebih cepat. Disamping sedikit lebih dekat, kondisi jalan wetan kali mulai desa Kedungwaru sampai Gemeksekti juga relatif lebih baik dari jalan di kulon kali. Ya, dari dulu kondisinya selalu begitu, daerah kulon kali tak pernah lebih baik dalam hal prasarana umum.


Rakit yang dalam bahasa Peniron disebut "getek", memang menjadi sarana alternatif bagi penduduk Peniron dan sekitarnya untuk memperpendek waktu dan jarak tempuh. Maklum, setelah jembatan Tembono di Kebumen, baru ada jembatan gantung di desa Wonotirto di utara Karangsambung, yang jaraknya sekitar 10 km dari Peniron hampir sama jaraknya dengan jembatan Tembono. Bayangkan jika harus memutar melalui kesalah satu jembatan itu. Karena tak ada alternatif jembatan lain, maka rakit ini menjadi penting. Paling tidak mulai dari Peniron sampai Kebakalan, ada 4 lokasi penyeberangan menggunakan jasa rakit, yaitu di Klapasawit Peniron, 2 di desa Karangreja, dan 1 didesa Kebakalan.

Di Klapasawit Peniron, dahulu jasa penyeberangan selalu dikelola oleh perorangan. Karena sehari dapat menghasilkan minimal 80 ribu, maka usaha jasa penyeberangan dengan rakit ini lumayan menjanjikan bagi pengelola. Sekarang, usaha jasa penyeberangan di Klapasawit Peniron dilakukan bersama-sama oleh masyarakat. Hasil dari jasa rakit itu setelah dipotong untuk operasional dimasukkan untuk kepentingan musholla Baitul Muttaqien. Pengelola juga tidak menentukan tarif untuk jasa ini. Seikhlasnya, bahkan tidak memberipun tak bakalan ditagih.

Nah, bagi Anda yang ingin menikmati petualangan Jaka Tingkir, datanglah ke Peniron dan cobalah berakit-rakit. Berakit-rakitlah dahulu, mbayar belakangan. Tidak hanya orang, motorpun isa ikut naik asal tidak lebih dari 5. Disamping berat, tempatnya juga tidak cukup. Jika ingin sedikit seru, datanglah ketika air sungai sedang tinggi sehabis banjir, dijamin pasti dag dig dug karena kita tidak bekali peralatan keamanan apapun. Datanglah ketika musim hujan. Jika kemarau rakit ini tidak beroperasi karena kali Luk Ulo kering.

08 Oktober 2008

LODEH KLEWEK DAN SHOLAT IED

Lodeh/sayur klewek, mungkin cuma ada di Peniron dan sekitarnya, terutama yang mempunyai tradisi sama dengan Peniron. Bahkan di Peniron sendiri mungkin juga tidak semua daerah menggunakan lodeh klewek sebagai menu wajib. Bahkan menu ini bukan hanya saat lebaran, tetapi menjadi menu wajib pada acara lain seperti muludan, rajaban, likuran dan suran.

Klewek adalah buah yang dihasilkan dari pohon pucung. Orang luar Peniron khususnya Kebumen menyebutnya begitu. Bentuk buahnya mirip kerang kecil berwarna hitam. Saya berharap ada yang mau memberikan referensi mengenai klewek karena akses saya dari kampung sangat terbatas untuk membuka-buka winkipedia atau sejenisnya.


Lodeh adalah istilah untuk menyebut sayur secara umum di Peniron. Menyebut lodeh klewek, makanan ini seperti sayur biasa mirip seperti sayur kikil, bahkan mungkin persis tetapi ditambah buah klewek sehingga menjadi kehitaman. Bagi yang belum terbiasa, mungkin sedikit asing, tetapi kalau sudah biasa seperti saya, lodeh klewek menjadi menu yang paling dinanti saat acara badan.

Sebagian, mungkin sudah meniru tradisi kota dengan ketupat dan opornya. Tetapi wong Peniron seperti saya tetap merasa kurang jika belum menyantap lodeh klewek dan goreng ayam kampung. hehe

Sholat Ied

Sholat Ied terutama saat Idul Fitri menjadi momen yang sangat ditunggu karena saat itulah kita bisa ketemu dengan hampir semua orang, laki - perempuan, tua – muda dan ditambah saudara-saudara perantauan. Suasana seperti ini hanya bisa dijumpai saat lebaran.

Yang lebih asyik, setelah sholat Ied diteruskan dengan bersalam-salaman dan karena banyaknya bisa makan waktu cukup lama. Sayangnya, sholat Ied di Peniron tidak dilakukan di satu tempat, tetapi di 4 tempat sehingga tidak bisa bersalaman dari semua penjuru Peniron. Di kota, bersalam-salaman setelah sholat Id mungkin tak lagi ada. Contohnya di daerah mertua saya.

Kangen, tentu subyektip karena berhubungan dengan rasa. Dan, lodeh klewek serta sholat Id adalah salah satu yang saya kangeni di moment lebaran. Teman-teman pasti juga punya hal ngangeni dari kampung yang tak didapatkan di kota. Maka, mudiklah lagi minimal jika lebaran tiba tahun depan.

22 Agustus 2008

DANGSAK, KESENIAN KHAS DARI GUNUNG

Dangsak "In Action"

Nama Dangsak barangkali hanya dikenal oleh masyarakat Peniron dan sekitarnya. Sebagai sebutan untuk seni tradisional yang memang langka, Dangsak memang tidak populer walaupun didaerah Peniron dan Watulawang seni ini cukup digemari.

Seni Dangsak hanya ada di Peniron dan Watulawang. Di daerah lain seperti Karanggayam, seni ini mungkin ada walaupun dengan sebutan lain. Di daerah Watulawang, daerah muasal seni Dangsak, seni ini lebih sering disebut “Cepet Rolas” (Topeng 12). Populasi seni ini juga tidak menyebar luas, sehingga seni ini bisa dibilang sebuah seni tradisional yang khas dan langka.

sebagai seni hiburan, dangsak jarang dimainkan sebagai hiburan hajatan layaknya wayang kulit, janeng, lengger, kuda lumping dan yang lainnya. Dangsak lebih sering dimainkan karena ditanggap oleh komunitas, paguyuban seperti pada acara peringatan HUT RI, halal-bihalal lebaran atau acara khusus lainnya.

Dangsak saat mengikuti karnaval HUT RIke 63 di Kebumen

Kelompok seni Dangsak di Peniron hanya ada 1 grup, yaitu di Dusun Perkutukan yang berdiri pada tahun 1992. Sebelum itu, dangsak adalah seni khas dari dusun Kebayeman di desa Watulawang yang sudah ada berpuluh-puluh tahun lamanya.

Lantas apa yang khas dari seni Dangsak?

Yang pertama, Dangsak tidak ada didaerah lain di Kebumen. Disamping Peniron dan Watulawang, kemungkinan besar hanya ada didaerah Karanggayam yang secara kultur memang sama dengan Watulawang dan sebagian Peniron.

Kedua: topeng raksasa dan kostum penarinya. Topeng raksasa dengan kombinasi kostum penari yang serba hitam menjadikan seni ini membuat takut sebagian orang terutama anak-anak.

Yang ketiga adalah seni tarinya. Sebuah kelompok tarian yang terdiri dari 8-12 penari pria. Tarian dangsak sebagian hampir mirip dengan tari kuda lumping, tetapi lebih kental unsur “liar”nya. Termasuk cara “trance” atau kesurupan dalam seni dangsak juga mirip kuda lumping, hanya “ugal-ugalan”. Konon tari dangsak atau cepet rolas memang menceritakan dan menggambarkan perilaku raksasa dari hutan.

Yang keempat adalah alat musiknya. Dulu, dangsak hanya bermodal 2 buah kentongan dan sebuah kaleng bekas sebagai alat musik, terutama jika sedang melakukan pawai. Tetapi untuk tarian, dangsak menggunakan perangkat gamelan mini.

Dangsak memang khas, sayang seni ini sepertinya tidak terkelola dengan baik dan profesional. Hal ini terlihat dari kostum dan asesoris penari yang kurang menunjukkan tampilan dengan sentuhan seni.
Demikian pula dalam hal gerakan penari yang perlu keterpaduan gerakan maupun koreografi.

Saya sendiri kurang bahkan tidak mengerti tentang seni, tetapi jika dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin dangsak bisa lebih populer. Dari bincang-bincang dengan Kang Memed selaku dedengkot Dangsak, upaya kearah itu sudah mulai dilakukan. Disamping sepatu model “Jaka Sembung”, konon model topeng raksasa juga akan diperbaharui. Bahkan, koreografer akan didatangkan jika sudah ketemu dengan orang yang mampu dan mau dibayar murah. hehe

Tidak hanya kita, pemerintahpun sebenarnya punya kewajiban untuk menjaga warisan budaya ini agar tidak hilang dan hanya menjadi cerita. Tetapi selama ini kita tidak tahu apa kerja dari dua dinas berbeda yang membidangi seni dan kebudayaan itu.

Ataukah budaya kita harus dilacurkan dulu ke negara tetangga agar mendapat perhatian karena efek dari kebakaran jenggot?
Jangan!

23 Juli 2008

YANG UNIK DI RAJABAN

Dokumentasi dari peringatan Isro Mi’roj 1429 H desa Peniron berikut menggambarkan, betapa antusiasnya masyarakat Peniron mendukung PHBI. Jikapun bagi Anda mungkin biasa, minimal itu luar biasa menurut kami.

Luar biasa karena ditengah himpitan kesulitan akibat melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, ditengah banyaknya kebutuhan untuk sekolah anak-anaknya, ditengah ramainya musim kondangan, ditengah wabah kecemburuan sosial akibat dampak BLT, dan ditengah kegagalan panen akibat musim kering, masyarakat tetap teguh menjunjung budaya “ndesa”nya.



Di samping seni janeng, yang dulu sempat membawa Peniron menjadi begitu dikenal di Kebumen, hal unik lain adalah kehadiran "besek" (dus wadah katering nasi kalau dikota, tetapi ini terbuat dari bambu) serta oleh-oleh untuk para hadirin.



Besek merupakan oleh-oleh/bingkisan tamu umum, sedangkan tamu kelas "bisnis" berupa dus bekas mie instan yang berisi (berdasarkan yang saya dapat beserta 100 tamu lain): nasi beserta lauk komplit, telor bebek 5 biji, gula dan teh, sprite kaleng, roti cokelat 1 pak dan segepok buah. Untuk tamu "eksekutif" konon lebih "wah" lagi, apalagi untuk tamu "VIP".



Mudah2an "budaya" baru ini tidak lantas berkembang lebih "parah" sehingga beban masyarakat menjadi bertambah lagi bahkan mengalahkan biaya untuk pendidikan dan hidup sehari-hari.

02 Juli 2008

HARTA KARUN DI PERUT LUK ULO

Luk Ulo adalah sungai terbesar di Kebumen. Selain ”membelah” Kebumen menjadi dua wilayah dengan kultur sedikit berbeda, Luk Ulo juga menjadi tambang penghidupan bagi sebagian warga sekitarnya sebagai penambang pasir, batu hias, tukang perahu dll.

Hasil di atas bagi kita sudah biasa, yang luar biasa adalah ternyata di perut Luk Ulo juga menyimpan harta karun yang tak diketahui banyak orang.

Penemuan harta karun tersebut berawal pada tahun 2005.
Konon, ada seorang tua dari Kasepuhan yang berencana membangun masjid dan pondok pesantren di daerah segitiga emas Majalengka. Pembangunan masjid dan pondok tersebut adalah untuk pendalaman dan penguatan agama Islam yang benar-benar sesuai dengan syari’at Islam. Untuk membangunnya, beliau tidak mau menerima sumbangan dari siapapun tetapi dengan swadaya murni dari anggota-anggota kelompoknya.

Dari ”penginderaan jarak jauh -sang Eyang-” maka diketahui ada banyak harta karun di dasar Luk Ulo yang bisa gali untuk membangun masjid tersebut. Maka, dimulailah proses pencarian harta karun dengan cara bermujahadah di lokasi yang ditengarai terdapat harta karun itu.

Kelompok pemburu harta karun adalah anak buah dari si Eyang (demikian mereka menyebut beliau) yang berasal dari berbagai daerah seperti Purworejo, Yogyakarta, Purwodari, Jakarta bahkan dari Madura. Dalam penggalian yang memakan waktu lama, mereka yang menginap mendirikan rumah tenda di lokasi.

Setelah dilakukan penggalian, memang benar terdapat banyak kayu didalamnya, dan ternyata itulah harta karun yang dimaksud. Diperkirakan, umur kayu itu sudah ratusan tahun terpendam.

Walaupun hanya berupa kayu, proses penggalian dan pengambilan tidak semudah yang kita bayangkan. Diperlukan kerja keras karena kayu yang diperkirakan sudah terpendam itu sudah sangat keras. Disamping itu, pengambilan selalu disertai dengan mujahadah demi keselamatannya.

Penggalian pertama sedalam 3 meter pada tahun 2005 hanya mampu diangkat 1 pohon dengan volume setelah digergaji sekitar 7 M3. Pada penggalian kedua pada bulan Mei tahun 2008, diangkat sekitar 25 pohon dengan volume sekitar 13 M3. Diameter rata-rata sekitar 60 cm. Saat ini, sudah 3 truk kayu yang diangkut ke Majalengka.

CERITA MISTIS DIBALIK PENGAMBILAN KAYU

Banyak cerita mistis yang muncul dari proses pengambilan kayu-kayu tersebut. Percaya dan tidak adalah hak Anda, tetapi itulah yang terjadi dengan sebenar-benarnya dan sudah banyak yang membuktikan.

Sebelum penggalian, dilakukan beberapa kali mujahadah yang diikuti murid-murid si Eyang dan juga sebagian masyarakat Peniron. Ketika muncul kayu yang pertama, ada yang memotong ranting dan dibawa pulang. Setelah itu, si pembawa tadi langsung jatuh sakit dan bermimpi aneh, dan setelah ranting itu dikembalikan, anak itu langsung sembuh.

Selain mujahadah, setiap pemotongan dan penggalian juga selalu disertai doa-doa khusus. Jika tidak, maka akan terjadi kesulitan seperti mesin potong rusak, kayu susah diangkat dan lain-lain.

Disamping itu, banyak yang bermimpi didatangi makhluk aneh semacam gendruwo atau jin yang konon sebagai penunggu kayu-kayu tersebut.
Yang lebih aneh tapi benar-benar nyata, ditemukan sebilah keris dari kayu yang habis digali tersebut.

Itu sebagian cerita dibalik pengambilan harta karun tersebut. Adalah hak anda untuk tidak mempercayainya, atau lebih baiknya bertanya langsung pada sumber yang terlibat langsung.

Lepas dari itu, penemuan kayu-kayu yang bernilai ratusan juta tersebut adalah fenomena tersendiri di bumi Peniron. Perut Luk Ulo ternyata menyimpan harta tak terduga.

Memang aneh, kenapa dari dulu tidak ada yang mengetahui kalau di bantaran kali itu banyak timbunan kayu-kayu?

Apakah kayu-kayu itu kayu biasa yang terpendam karena proses alamiah? Berapa tahunkah proses itu? ataukah memang hanya bisa diteropong melalui cara metafisika?

Maka, jika dihubungkan dengan dekatnya wilayah Peniron dari Museum Geologi Karangsambung, mungkin penemuan kayu-kayu yang sudah seperti fosil ini pantas diteliti secara ilmiah. Dan masyarakat juga mendapatkan ilmu baru tentang logika dan geologi.

Narasumber : Triyono Adi, Kepala Desa Peniron.

27 Juni 2008

MAKAM MBAH WATUPECAH

Secara tak sengaja, kami “menemukan” tempat ini saat pemakaman Mbah kami tercinta Atmapawira hari Senin 23 Juni kemarin.

Disela acara pemakaman di TPU Bulugantung, teman kami mengambil gambar sebuah makam. Sebuah makam khas, tetapi bentuknya memang sangat berbeda dari makam-makam sekelilingnya, terutama dari ukuran dan modelnya. Material makam berbahan kayu jati dengan lantai menggunakan batu yang tertata rapi dan berdinding keliling kayu jati.

Sebagian orang, terutama di Peniron dan orang-orang yang gemar melakukan ritus spiritual memang mengistimewakan makam tua ini karena merupakan makam salah satu tokoh Peniron jaman dulu.
Kami memang belum mendapatkan narasumber yang tahu persis sejarah mengenai Mbah Watupecah, tetapi beliau memang merupakan salah satu sesepuh dan ksatria desa.

Karena hal di atas, makam ini menjadi tujuan ziarah bagi banyak orang. Setiap warga Dusun Bulugantung dan Perkutukan yang nyekar/ziarah/resik ke makam leluhur, wajib hukumnya untuk ziarah dulu ke makam ini. Maka tak mengherankan jika sisa pembakaran kemenyan yang dibakar peziarah beronggok tinggi.

Dulu pada saat SDSB masih ada, makam ini selalu ramai oleh para pecandu judi untuk berharap mendapat semacam “wangsit”. Sekarangpun, tempat ini masih menjadi tujuan ziarah bagi sebagian orang dengan berbagai tujuan.

Jika Anda menyukai petualangan mistis, peziarah atau ingin sekedar uji nyali, Anda boleh datang ke makam yang “horor” ini. Tentu dengan segala resiko yang harus berani Anda tanggung sendiri.

24 Juni 2008

PERNIK UNIK DI TPS PILGUB 2008

Pilgub Jateng 2008 telah usai. Walau hasil resmi belum diumumkan, tetapi hasil quick count menetapkan pasangan Bibit – Rustri-lah yang keluar sebagai pemenang. Sebagai warga Kebumen, mudah-mudahan hasil resmi dari KPUD tak berbeda dengan hasil quick count lembaga survey.

Dari beberapa kali Pemilu, mungkin baru Pilgub inilah yang memunculkan beberapa hal baru hasil kreatifitas pekerja KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara).
Selain bertujuan membuat sensasi tentunya, kreatifitas ini juga dimaksudkan agar suasana KPPS lebih menarik sehingga membuat calon pemilih menjadi tertarik untuk menggunakan hak pilihnya.

Diantara keunikan itu antara lain:
  • Di TPS V yang berlokasi di Perkutukan, para punggawa KPPS menggunakan adat Jawa sebagai seragam. KPPS yang diketuai Bapak Kasid ini menggunakan pakaian adat Jawa lengkap minus keris. Hal ini tentu menjadi magnet tersendiri bagi calon pemilih.

  • Keunikan lain ada di TPS VI dengan menggunakan 2 (dua) jenis huruf pada papan petunjuk di TPS yaitu huruf Jawa dan Latin. Disamping itu, TPS ini memodifikasi atap TPS berupa atap yang dibentuk kerucut besar. Sekilas, atap itu mirip atap arena pertunjukan semacam sirkus.



  • Lain lagi di TPS VIII Jati. KPPS menyediakan tempat tidur di dalam TPS untuk tempat istirahat. Barangkali KPPS berusaha memberi perhatian lebih bagi pemilih yang ingin tidur sejenak karena nonton EURO sebelum mencoblos. Ada-ada saja…

Lepas dari keterbatasannya, kreatifitas ini tentu perlu diapresiasi lebih oleh kita. Dengan dana yang sangat terbatas, ternyata sebagian KPPS bisa berkreasi demi lebih suksesnya Pemilu. Tentu pada masa yang akan datang, mudah-mudahan keunikan-keunikan kemarin menjadi inspirasi bagi TPS lain untuk menampilkan sesuatu yang lebih baik dan produktif lagi. Dan kepada penyelenggara Pemilu diatas KPPS, mudah-mudahan bisa memberi apresiasi lebih atas upaya pengurangan Golput ini.

23 Juni 2008

PERTAPAN

Oleh : Sumedi Sastrawiharja

Pertapan berasal dari bahasa Jawa “tapa” atau lebih dikenal dengan semedi dalam Bahasa Indonesia. Secara lengkap imbuhan dari kata dasar tersebut adalah menyatakan sebuah tempat untuk bertapa atau bersemedi.


Dalam peradaban Jawa pada masa lalu sebelum berkembangnya budaya Islam di tanah Jawa, bertapa adalah media munajat kepada sang Kholik. Bahkan sampai dengan sekarang dalam agama atau kepercayaan tertentu menggunakan cara bertapa dalam bermunajat kepada Tuhan-nya.

Adalah sebuah tempat, 14 km dari Kebumen tepatnya di Desa Peniron RT. 05/06 Pejagoan. Pertapan Arjuna demikian para pendahulu menyebutnya.
Sebagaimana tempat yang disucikan tempat ini mempunyai ketinggian diatas rata-rata. Dengan batu menyerupai altar selebar 2 x 2m dan beberapa lainnya menyerupai kursi kecil (dhingkik, jawa) tertata rapi. Diantara beberapa dhingklik tersebut ada sebuah dihngklik dengan ukuran lebih besar dan lebih tinggi. Sedangkan di belakang dingklik besar tersebut, sebatang pohon besar dan langka bertengger di atas batu dengan tegar.

Konon pada zaman dahulu, dua generasi yang silam dan sebelumnya tempat ini sering digunakan untuk tempat bertapa. Namun kebanyakan dari mereka yang datang bukanlah dari masyarakat setempat, namun lebih banyak dari luar daerah. Mengenai sejauh mana hasil dari bertapa di tempat ini, kita tidak tahu tetapi pada kenyataannya selalu saja ada yang datang. Di bawah pohon sebelah timur itulah rupanya tempat favorit bagi sang pertapa. Entah mengapa titik tersebut yang dijadikan tempat favorit.

Para pertapa biasanya datang pada malam hari sebelum jam 24.00 dan langsung menuju lokasi karena tidak ada juru kuncinya. Metode bakar kemenyan, kembang tujuh rupa, air putih adalah kelengkapan ritual yang biasanya tempatkan di bawah pohon tersebut sebagai sesaji. Adapun kadang kala juga terdapat perlengkapan sesaji yang lain, barangkali disesuaikan dengan hajat ritual sang pertapa.

Beberapa sumber sempat bercerita tentang kejadian-kejadian misterius yang terjadi di pertapan ini. Seperti halnya munculnya obor yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan titik yang menyala bergantian di tempat itu. Dalam istilah masyarakat setempat disebut dengan kemamang yang ditafsirkan sebagai obor gaib. Selain kemamang, sering terdengar juga suara keramaian baik tangisan, teriakan ataupun riuh gemuruh. Namun anehnya lagi kebanyakan keanehan-keanehan tersebut di rasakan oleh masyarakat yang letaknya jauh dari lokasi pertapan dan tidak dirasakan sama sekali oleh masyarakat terdekat.

Entah kapan dan siapa yang dapat menceritakan kisah sebelumnya secara lebih detil. Kepada pembaca yang kebetulan mengetahui tentang Pertapan Arjuna ini, silahkan mengirim e mail kepada admin.

Salam…





18 Mei 2008

WARUNG MAKAN KHAS PENIRON

Jika anda berkunjung ke Peniron, ada sebuah tempat kuliner yang sebaiknya anda coba, yaitu warung makan Yu Kini. Lokasinya persis di jembatan bengkek, tempat yang sudah sangat terkenal di seantero Peniron dan sekitarnya. Lokasi itu persis di pertigaan dan sebagai pangkalan angkutan di jalan raya Peniron.

Menilik tempatnya, warung ini memang terbilang sangat sederhana sebagai ciri khas warung makan di desa. Tetapi jika sudah melihat menu khas dari warung ini, anda akan merasakan bedanya dari warung-warung makan lain. Menu spesial di warung satu ini adalah goreng ikan asli dari kali Luk Ulo, ayam goreng kampung asli, sambal, pete, lalapan dan menu yang paling spesial adalah nasi singkong (bahasa Penironnya “sega Budin”) dengan sayur ikan pedas.

Di sajikan dengan cara prasmanan dan boleh tambah sepuasnya tanpa dihitung tambahan biaya, sangat cocok untuk kita yang berkantong ngepas. Satu piring nasi berikut ayam goreng/lele/ikan, sayur dan segelas es teh tak akan lebih dari 5000 perak. Suasana dan pelayanan yang ramah dan apa adanya membuat pengunjung bebas makan dengan beragam posisi, duduk, jegang, jongkok, ngobrol bahkan sambil jalan-jalan kalau mau. Masalah higienis, pengelola warung ini sangat menjaga kualitas dan kebersihannya.

Bagi anda yang kebetulan ke Peniron, silahkan mampir dan mencoba menu dan suasana khas warung Yu Kini ini. Dijamin lidah anda akan merasakan menu yang khas, lain daripada yang lain. Jangan kuatir jika banyak anak-anak muda yang duduk-duduk didepan warung itu, karena dijamin tak bakal menggangu anda karena mereka yang duduk-duduk itu akan sangat menghargai siapapun yang berkunjung.
Lokasi sekitar warung memang tempat yang lumayan ramai. Apalagi tempat itu juga merupakan area mangkalnya angkutan umum, baik jurusan Kebakalan – Kebumen maupun Watulawang – Kebumen.

Anda ingin merasakan menu khas sega bodin dengan lauk khas ndeso, dengan suasana dan harga ndeso? Tidak salah jika anda mencoba warung makan ini. Monggo..

16 Mei 2008

"KOMPLEKS UNIK" PERUMAHAN MASA DEPAN

Bagi orang Peniron dan sekitarnya atau orang asing yang pernah berkunjung ke Peniron, mungkin tak asing lagi dengan gambar di samping. Sekilas, gambar itu mirip sebuah komplek perumahan sangat sederhana. Bahkan bagi yang baru melihatnya, banyak yang mengira itu adalah sebuah bangunan perumahan atau pasar. Memang tak salah bagi yang menyebut perumahan karena itu memang bangunan perumahan.

Bukan bangunan perumahan bagi kami yang masih bisa nge-blog, yang bisa cari duit di Jakarta, Bandung, Malang bahkan merantau di Jepang atau yang jadi Ketua LKMD di desa tetapi nyari duit di kota. Tetapi bangunan-bangunan kecil berderet-deret itu adalah sebuah komplek perumahan masa depan alias komplek makam.

Sebagaimana disebutkan pada artikel terdahulu, Peniron terdiri berbagai budaya, dan salah satu bentuk kekayaan budaya Peniron adalah banyaknya komplek makam dengan gaya perumahan seperti itu. Model komplek makam seperti ini, memang tidak hanya di jumpai di Peniron, tetapi juga banyak terdapat di desa-desa sekitarnya terutama desa-desa di sebelah barat antara lain di Watulawang, Kajoran dan Karanggayam.

Lokasi makam yang masih memakai model bangunan seperti itu, kebanyakan berada di daerah/pedusunan yang masih banyak menganut budaya kejawen, dimana sebagian masyarakatnya masih taat meneruskan tradisi nenek moyangnya. Walaupun begitu, bukan berarti di daerah itu masyarakatnya tidak beragama, tetapi masyarakatnya walaupun 100% sebagai pemeluk agama Islam belum bisa melepaskan diri dari ikatan budaya pendahulunya.

Bangunan makam atau yang di desa Peniron dikenal sebagai cungkup itu hampir menyerupai pos ronda, baik dari ukuran maupun model bangunannya. Satu bangunan cungkup rata-rata berukuran 4 x 2,5 meter, dengan tinggi tiang tak ada yang lebih dari 1,5 meter dan biasanya digunakan untuk 1 keluarga atau 2-3 nisan/kijing. Kebanyakan terbuat dari kayu pilihan sehingga bisa bertahan bertahun tahun. Sekarang dengan susahnya mendapatkan kayu yang baik, keluarga pemilik makam sudah menggantikan kayu dengan bangunan dari bata dan semen.

Sebagian dari cungkup itu, ada yang bisa membuat bulu kuduk kita merinding, terutama bagi anda yang bukan orang Peniron asli dan baru pertama kali melihat langsung dari dekat. Yang anda yang bukan penakut tentu anda adalah pengecualian. Jika kita melongok ke dalam makam, yang sebagian berdinding sehingga gelap, ada begitu banyak bekas pembakaran kemenyan. Begitu lamanya, sehingga kemenyan yang dibakar itu bisa menumpuk lebih dari setengah meter!

Kemenyan-kemenyan itu memang merupakan salah satu bagian dari tradisi di daerah kami. Kebanyakan yang melakukan adalah mereka yang sudah berumur di atas 50 tahun. Untuk generasi di bawah itu, disamping malas, tidak bisa, juga karena kebanyakan sudah terpengaruh dengan budaya islam yang tidak melazimkan membakar kemenyan di makam. Pada bulan-bulan jawa tertentu seperti Suro, Mulud dan Besar, makam-makam itu sering dikunjung, para ahli waris dari penghuni perumahan untuk memanjatkan doa sambil menaburkan bunga, membersihkan kuburan dan membakar kemenyan. Di samping, tradisi mengunjungi makam sambil membakar kemenyan juga dilakukan kala ahli waris akan melangsungkan upacara pernikahan, khitan, tujuh bulan kehamilan dan lain-lain. Tradisi seperti itu di Peniron di sebut “resik” atau “nyekar”.

Di samping model makam seperti itu, di Peniron terdapat model makam lain yang seperti kebanyakan maupun makam leluhur yang berarsitektur berbeda. Ya, model makam di Peniron memang menjadi ciri sebagai desa yang punya budaya beragam. Di samping itu, menjadi salah satu simbol kerukunan karena tidak pernah ada masalah dengan banyaknya model makam walaupun berdampingan satu sama lainnya.

Tetapi disamping keunikannya, model makam “cungkup” juga menjadi masalah sendiri di saat lahan kuburan sudah begitu sempit, sementara masih saja ada orang yang mati. Karena sudah sangat rapatnya bangunan, hingga berdempet dempet, saat ada penghuni baru masuk komplek, betapa susahnya orang yang mengantar. Bahkan sampai keranda itu dibawa sambil merunduk, jongkok bahkan sampai dioper-operan seperti kerja bakti memindah batu bata. Disamping itu, dengan sempitnya lahan, sisa tanah yang sebenarnya bisa digunakan untuk kuburan, menjadi tak bisa digunakan karena dititik itu berdiri tiang rumah.

Masalah seperti itu memang harus dipecahkan, karena kalau makam umum tidak dibenahi dan diatur, apa kami masih bisa dapat kapling besok? Padahal sebelum saya mati, akan banyak orang dan teman-teman kami yang mendahuluinya. …Takut ndak dapat kapling kali.. he..he..

Tetapi tak berarti model makam itu perlu dieliminasi, tetapi mungkin perlu aturan dan penataan biar tidak seenaknya bikin bangunan dan kapling yang merusak landsekap dan tata makam. Apalagi, karena keunikannya, model makam berpotensi jadi obyek wisata, contohnya saat SDSB dan judi Kuda Liar masih marak, maka marak pula komplek perumahan masa depan itu..

Siapa yang tertarik untuk berwisata ke kuburan? Atau malah mau beli kapling???
Datang saja ke Peniron..